Kamis, 01 November 2012

Cerpen : Curahan Status Facebook
















Aku selalu memperhatikan perkembangan gadis ini yang berwajah manis dan
imut. Keadaan yang semakin memburuk terlihatnya. Maksudnya keadaan dia bersama
kekasih yang telah merebut dari kekasihnya yang lama.





“Bagaimanakah keadaan gadis ini menurutmu yang selalu berkata dalam
status facebook-nya bahwa ia dalam kesendirian? Apakah benar-benar sedang
jomblo? Ia pernah membuat status tentang pengharapan diberikan kasih-sayang
oleh seorang cowo spesial.”





“Bila kamu memang mengagumi seorang yang bernama Alin yang keturunan Cina
itu, kenapa kamu tidak katakan saja padanya. Kenapa mesti sama aku bila kamu
bertanya tentang gadis ini?”





“Ah…Mana mungkin aku mengatakan ini padanya sedangkan aku sendiri pernah
ditolak mentah-mentah sama dia. Khawatir, pertanyaanku membuat ia sedih.”





“Terus maunya gimana? Aku harus tanya gitu sama Alin?”





Aku hanya terdiam di saat semilir angin pantai terus-terusan mengoyak
rambutku. Mengingat kisah yang menyedihkan tentang Alin.





Lagipula, aku pernah baca status Alin yang mengatakan bahwa dirinya
masih teringat sama mantannya. Barangkali mantan yang menjadi korban perebutan
pihak ketiga itulah yang sedang teringat olehnya. Aku berkeyakinan memang cowo
itu.





Alin pernah bercerita bahwa alasan menolaku karena masih memiliki
perasaan cinta yang kuat sama mantannya.Sangat beralasan bila mantan yang
bernama Elan tu sangat begitu menyentuh perasaan Alin. Begitu kuat cinta Elan
dan Alin walau sudah dihancurkan hubungan cintanya sama tiga cowo. Putus
nyambung hubungan Elan dan Alin. Putus lagi, nyambung lagi.





Aku teringat curahan hati dari Alin yang ia tag ke facebookku lewat
catatan facebook miliknya. Ia berkata bahwa ia pernah dilamar oleh cowo yang
bermana Fie Can di saat masih berhubungan dengan Elan. Pada Akhirnya ia pun
putus. Lalu kembali lagi bersama mantannya. Lalu ada cowo penghancur yang kedua
yang bernama Dukon. Bersama Dukon akhirnya putus. Seperti biasa kembali lagi
bersama mantan yang bernama Elan. Cowo ketiga yang bernama Next akhirnya
berhasil membuat semuanya berantakan. Alin mengatakan bahwa ia sudah putus
komunikasi sama Elan. Cerita yang menyedihkan untuk seorang alin berhati
lembut.





Tetapi yang jadi aneh. Kenapa Elan tidak mampu mempertahankan hubungannya
padahal ia seorang cowo yang punya tanggungjawab besar untuk mempertahankan hubungan.
Aku makin penasaran mengenai kisah ini. Betapa bodohnya Elan.





Seberapa besar cintamu sama Alin, Gus? Sedangkan kamu bukanlah orang
yang mudah jatuh cinta? Kamu pun tidak berhubungan langsung alias kamu
belum  pernah bertemu dengannya.





“Apalah arti ukuran cinta bila tidak ada kebaikan dan kebahagiaan untuk
diriku dan untuk orang yang aku cintai. Aku hanya berdoa, semoga Alin selalu
diberi kebahagiaan sama Tuhan dan selalu bisa tegar di setiap masalah yang ia
hadapi.”





“Lalu apa doa untukku, Gus?” Nita bertanya dengan serius sambil memegang
erat tanganku. Aku makin heran akhir-akhir ini dengan Nita. Seakan ada
perubahan dalam sikapnya.





“Semoga kamu mendapatkan mendamping hidup yang terbaik.” Kataku.





Lalu tanpa ada ucapan, ia pergi begitu saja.





“Nita! Kamu mau kemana? Kenapa pergi begitu saja? Kenapa kamu
akhir-akhir ini berubah total sikapmu!”





“Pikirkan sendiri!”





Aku bergegas mengejarnya untuk memberhentikan langkahnya. Aku berusaha
menghentikkan langkahnya.





“Lepaskan tanganku, Gus!”





“Tidak! Sebelum kamu jelaskan alasannya. Dan, kini kenapa kamu menangis?
Kenapa?!”





“Dasar bego! Lepaskan!”





Aku melepaskan tangannya dengan perasaan terpaksa.





Aku bertanya dalam hati, “Apakah ia memiliki perasaan padaku. Ah biarkan
saja. Lagi pula ia sudah berjanji tidak akan mengikat ikatan cinta denganku
seolah tak perduli. Ah sudahlah. Tidak penting.”





Aku tidak mengejar Nita lagi. Biarkan saja ia pergi sesuai keinginannya.
Ia pun mengakui memiliki kebebasan penuh alias hak asasi penuh alias hak
liberal. Ia bersikap seperti itu merupakan wujud hak asasinya walau haknya
melanggar hukum kesosoialan.





Kembali aku merenung dengan perasaanku dan menghayati keadaan dirinya.
Sikap apa yang mesti aku lakukan? Apakah berdiam diri sampai perasaan ini
menyakitiku sendiri? Apakah mengungkapkan apa yang aku inginkan pada Alin walau
pasti menyakitinya?





Daripada aku memikirkan Alin dan perasaan cintaku, lebih baik aku
fokuskan diri untuk mencari penghasilan yang banyak. Lagi pula, penghasilanku
belum cukup untuk berusaha menghampirinya. Bila aku sudah kaya, aku bisa
menghampiri Alin yang manis dan imut itu walau jarak yang tidaklah dekat.





“Tetaplah kamu jomblo sampai satu tahun lagi, Alin. Aku akan
menghampirimu dan berusaha memilikimu. Tetapi bila ada yang mendahului, ya udah
saja…”





Tetapi aku teringat kasus-kasus penipuan lewat facebook. Banyak para
cewe yang tertipu dengan cowo yang ia temui. Sialan dan biadab para cowo itu.
Apakah aku harus mengajak bertemu sama dia? Sangat rawan sekali. Khawatir
kedatanganku bisa menjadi fitnah.





Waktu telah menyadarkanku setelah ini.





“Sudahlah, jangan menghayal terus. Masa saya ini Agus? Aku ini mantannya
Alin yang sebenarnya dan bukan Agus.” Kataku membatin.





Jam sudah menunjukkan 13. 30. Saatnya untuk solat sehabis menghayal.
Tapi makan dulu saja. Gara-gara menghayal jadi laper begini.





Pada awalnya, aku hanya memikirkan curahan Alin di status Facebook. Tapi
karena otak penulis, malah aku membuat cerita baru. Lumayan untuk membuat
cerita pendek. Nanti akan di tag ke facebook Alin.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar