Diriku dan Purnama telah berpisah dunia.
Di saat mentari merah padam terlihat mata.
Diriku dan dirinya lepas pandang.
Kini tinggal bayang gelap menari dalam pikiran.
Aku menari bersama bayangan kawan
menuai kehidupan khayalan.
Tak lepas bayangan kawan
lekat erat bersama langkahku
bersama bayang ragaku
bersama kehidupanku.
Suara Purnama yang terus bersyair
indah kata pujangga.
Tak mungkin aku menutup telinga.
Aku dan dirinya adalah kesatuan kehidupan yang nyata.
Dalam kendaraan kini dalam laju.
Menapaki perjalanan masa depan.
Terlihat pemandangan menuju masa lalu.
Diriku sendiri dalam bayang-bayang kehilangan
Khawatir waktu tak memberi aku jumpa.
Aku tinggalkan Purnama seorang diri.
Tak tega rasa hati, dalam bayang paras lugu gadis itu.
Melihat jasad ini masih terduduk melemas
Meratapi nasib tak mengikut langkah bersama
Dengan dirinya, gadis tak berhias nyala.
Setengah jam diri ini dalam perjalanan.
Mentari pun terlihat tertidur lelap
Pulang keistana walau di rasa hampa.
Dalam kamar diriku masih membayang
pada gadis berparas sederhana.
Gadis itu mengikis gelap istana
Sehingga ruang sepi tak menghantui jiwa.
Sayup-sayup suara kendaraan
masuk di ruang telinga
membawa pikirku pada kisah terminal itu.
Tempat aku dan Purnama dalam jumpa.
Aku hanya Mencatat dalam lembar kisah
Merenung pada kisah di malam hari.
Mencapai maksud dalam penyadaran diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar