Jumat, 17 April 2015

Habib Syech, Kiai Ora Waras dan Teknik Marketing Timbal-Balik

Habib Syekh (Pelantun Syair Tanpa Waton Ciptaan Gus Nizam - Data Vidio Wawancara) dan saya seorang Syekhers akan memberikan sebuah gambaran marketing timbal-balik yang membahayakan keimanan bila berurusan masalah agama. Sudah bahaya, malah melakukannya. Eh, yang melakukan itu seorang yang katanya kiai, pembesar agama Islam, ya kiai ora waras. Padahal hukum timbal-balik adalah hukum yang sudah umum dipercaya keampuhannya.



Dalam buku Marketing Revolution Tung Desem Waringin memberikan gambaran dalam mengalahkan orang besar, orang kuat, agama besar, yaitu menggunakan kekuatan tetapi menggunakan jurus "Timbal-Balk". Kisahnya itu, seorang tentara Amerika yang ditahan oleh tentara  Cina, bukan malah disiksa ketika tentara Amerika itu ditahan, justru diberi makanan, diberi rokok, diberi hal-hal yang membuat senang. Pada ujunya, menceritakan kekurangan negara Amerika, menjelaskan kelebihan komunis dalam bentuk tulisan. Lalu memberikan tanda tangan dalam tulisan tesebut sebagai bukti bahwa pernyataan ini benar-benar ada, tanpa paksaan dalam menulis.



Tidak perlu mengancam dalam mengalahkan musuh, cukup suruh pembesar seperti kiai atau cendikiawan untuk ceramah di gereja/wihara, menjadi imam, dibesar-besarkan, maka tinggal tunggu "Skak", mampus!



Ini yang digambarkan dalam ceramah Habib Syekh sebagai berikut:



"Itu toleransi boleh Tapi nek toleransi ngisi neng grejo, engko pastur kon ngisi neng mejid jum’atan sisan Pastur yang bernama Muhhammad Ali iku, enek sing ngono. “Lho ndak papa semua agama sama”, lho wong edan to ? Iki seko ulama-ulama sing utekke rusak campur uget- uget, mudheng uget-uget ??? Kuwi nek didokok neng nggon mbanyu kuwi kluthuk suwi neh kluthuk, kuwi rusak wong-wong koyo ngono, ketokke koyo ulama tapi merusak bangsa. Makanya titip-titip ten pondok-pondok yang bagus tempat kyai."



Sebuah ceramah Habib Syech yang menggambarkan adanya timbal-balik kalau kita bermain-main ajakan dalam urusan agama. Mengatasnamakan toleransi malah ceramah di gereja, menyanyi halo-halo Natal, dan menjadi imam doa. Nantinya gantian, Pastur yang ceramah di masjid dan bilang, "Lha, semua agama sama." Ya, orang gila!



Toleransi agama bisa berpotensi menimbulkan timbal-balik. Maka perlu hati-hati. Ketika hari raya Islam, orang Kristen atau agama lain mengucapkan "Selamat atas hari raya kebesaran Islam". Maka secara otomatis, ada reaksi untuk berbalas budi dengan mengucapkan "Selamat Hari Raya Kebesaran Natal" atau ucapan lain ke agama lain. Orang Kristen mengikuti perayaan hari raya Islam, maka akan otomatis membalas dengan mengikuti Hari Raya Natal. Ceramah di gereja akan berpotensi berbalas budi memberikan tempat yaitu dengan mempersilahkan Pastur ceramah di masjid. Dan seterusnya.



Namun toleransi dalam hal keduniaan, tidak masalah. Orang Kristen atau agama lain membantu orang Islam dalam hal uang atau lainnya tanpa ada motif agama, maka dengan berbalas budi orang Islam menjadi hal yang biasa. Saling bantu-membantu dalam hal dunia adalah toleransi yang sesungguhnya dalam Islam.



Bahkan wajib menolong memberi makan, bukan toleransi lagi, bila ada orang Kristen atau agama lain yang sedang kelaparan karena kemiskinan. Bila tidak menolong, maka kita berdosa karena telah menelantarkan sesama manusia, ciptaan Allah. Dan bentuk-bentuk kewajiban lainnya, bukan hanya sebatas toleransi, terhadap orang beragama lain yang ada dalam ajaran Islam.



Jadi, bila kita menggunakan teknik marketing timbal-balik yang salah tempat, dalam masalah agama, maka seperti telah menandatangani "surat kontrak" untuk tetap mencampuradukkan masalah agama. Bila sudah disegani menjadi penceramah di gereja. bapak toleransi yang urak-urakan, maka secara otomatis akan sulit untuk menghindar, kecuali membutuhkan pengorbanan yang besar.



Sialnya lagi, bila yang terjebak dalam jurus marketing "Timbal-Balik" adalah seorang pembesar, orang yang memiliki umat yang banyak, maka secara otomatis akan berjalan jurus marketing "Ikut-Ikutan". Karena merasa yang menjadi tokoh untuk agama lain adalah pembesar mereka, sehingga mereka terperdaya untuk - terpaksa atau sukarela - ikut bersama sang pembesar mereka, baik dalam hal natalan atan lainnya.



Untuk menguasai bagaimana taknik memarketingkan kebenaran, maka silahkan pelajari buku marketing khususnya Marketing Revolution karya Tung Desem waringin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar